Kamis, 09 Desember 2010

kuburanku


Okay. Here goes, aku harus nulis ini:

Temen baik aku meninggal minggu lalu.
Temen aku dari SMA sampe sekarang.
One of the smartest friends I got.

Kabar duka itu menabrak aku tiba-tiba di tengah pagi buta, lewat sebuah SMS. Begitu aku baca SMS yang mengabarkan dia meninggal, di saat itu pula aku diem lama. It made me think. Ketika salah satu dari teman baik lo meninggal, di saat itu juga kita sadar bahwa, we are not invincible. Sebelumnya, aku selalu menganggap kematian sebagai suatu hal yang jauh dari diri aku. aku selalu berpikir, “Well, men, aku masih 22 tahun, aku gak mungkin kenapa-kenapa! Orang jarang ada meninggal umur 22 tahun. aku bakal mati karena tua.” Sekarang, kematian temen aku ini seperti semacam wake-up call bagi aku. Bahwa no, you are not invicible. It could be you. Umur gak ada yang tahu.

So, keesokan harinya,
I came to her funeral.

Dan sewaktu aku dateng ke pemakaman dia, ada temen-temen aku juga di sana. Di antara temen-temen aku yang dateng, ada yang enggak terlalu kenal sama dia. Ada yang udah kenal banget. Ada yang dulu temen sekelas. Ada yang emang baru deket setelah lulus. Bermacam-macam temen dateng ke sana, tapi mereka punya satu kesamaan: they wanted to see her for the last time. Mereka sayang sama temen aku itu. Mereka menyayangkan kenapa hidupnya harus selesai secepet itu.

As I sat outside, di kursi yang disediakan untuk pelayat, ada yang bilang, “Sayang banget ya, orangnya baik.” aku sendiri bilang, “Dia bener-bener salah satu orang yang menginspirasi aku”. I know we shouldn’t talk about the dead pas lagi ngelayat. But I can’t help it. She really inspires me. Tulisan-tulisan dia witty, cerkas. Dia pintar. aku suka banget ngobrol sama dia. Dia mengenalkan aku pada banyak tulisan. And then I saw her di pembaringan, smiling peacefully. Kayak tidur nyenyak. So, this is death, my friend? Is it this peaceful?

And you know what? Duduk di antara pelayat-pelayat itu, I can’t help to wonder: gimana ya pemakaman aku nanti? Yes, kadang aku suka berkhayal, seperti apa pemakaman aku nanti. Apa banyak yang datang? Apa ada yang datang? Apa yang mereka bakal bilang tentang aku? Apa kenangan yang mereka inget tetang aku? Apa ada yang rela nyetir mobil, susah-susah parkir, untuk ngeliat aku untuk terakhir kali ya? Apa iya, ada?

Kadang aku ngerasa, kematian adalah topik yang sensitif untuk kita.
Sesuatu yang “ada” tapi selalu kita deny keberadaannya.
Living is constant denying for death.

Kita hidup di dunia ini seolah-olah kematian tidak exist. Kita makan,kita berak, kita bercanda, kita karaoke, kita jatuh cinta. We forget about death. We are too busy with our distraction. But it is there. And when it hits, it hits hard. aku udah kehilangan nenek gue. Itu sekali. Kehilangan tante gue. Itu dua kali. But I never feel this sad kehilangan temen aku yang satu ini. Gak tau kenapa. Mungkin karena aku keilangan nenek ku sewaktu aku masih sma? Atau mungkin aku gak terlalu deket sama tante ku? Atau mungkin, temen aku ini, yang aku anggep cerdas, pinter, baik, tadinya invincible tapi akhirnya bisa juga dipanggil sama Yang Maha Kuasa? I don’t know.

Pulang dari pemakaman, nyetir mobil sendirian, aku ngerasa kecil. aku ngerasa aku harus make something out of life. Badan ini dipinjamkan. Setiap tarikan napas, adalah satu tarikan napas lagi mendekati kematian. Kita harus ngebuat lebih banyak karya, lebih banyak menikmati hidup, lebih banyak mengambil kesempatan. Hidup ini cuman sekali. Akan sangat sayang untuk kita buang begitu aja. I have to enjoy life.

And, mungkin aku suatu hari bakalan mati, tapi aku pengen ngebuat sesuatu yang enggak bakal mati. Katanya , “.” Hidup terus. Dengan apa pun''.

Temen aku itu,
tidak akan pernah aku lupain.

aku juga gak mau dilupakan.
aku gak mau hanya menjadi semacam nama yang hilang begitu saja.

Nama yang dipajang di atas semacam nisan, yang mungkin pertama-tama sering dikunjungi,
namun lama-lama semakin jarang. Hingga pada akhirnya hanya menjelang bulan puasa.
Nama di sebuah nisan yang berlumut. Usang. Bau. Ditakuti orang lewat.

Dan sewaktu hidup, aku gak mau jadi semacam jiwa yang memenuhi bumi ini,
menyesaki kota ini,
sama-sama makan, minum, berak, bicara. Untuk apa?

aku mau jadi spesial.
Or, I wan’t to die special.

Goodbye siska,
you are special to me.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar